M. Rizal Ismail (Pengamat Ekonomi, Sosial dan Politik/ Wawancara)
Tanggal : 03 Nov 2011 Sumber : Harian Terbit
JAKARTA - Pemerintah mengklaim telah berhasil mengurangi angka kemiskinan dari 43 juta orang menjadi hanya 30 juta orang saja. Selain itu, pemerintah juga mengklaim telah menyediakan lapangan kerja baru 3,3 juta orang untuk setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi. Sayangnya klaim pemerintah itu dianggap bohong dan sekadar isapan jempol belaka demi upaya membangun politik pencitraan.
"Jika pemerintah mengklaim telah berhasil mengurangi angka kemiskinan dan jumlah pengangguran itu artinya bohong! Itu hanya sekadar politik pencitraan pemerintah saja. Buktinya masyarakat pedesaan justru bertambah miskin lantaran tidak adanya sumber produksi seperti lahan yang sudah berubah menjadi mal dan perumahan. Sementara angkatan kerja setiap tahun semakin mem-besar dan tidak sebanding dengan peluang kerja yang ada," kata Pengamat sosial ekonomi dan Politik M. Rizal Ismail, kepada Harian Terbit, Kamis (3/11).
Menurut Rizal Ismail angka pertumbuhan orang miskin di Indonesia hingga mencapai 2 juta orang per tahun. Sementara jarak antara yang kaya dan miskin juga kian lebar. Masalahnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu berpihak kepada orang kaya dan para koruptor. "Mana coba kebijakan yang pro rakyat. Semuanya demi kepentingan pencitraan belaka. Rakyat sedang susah saja SBY malah bikin lagu dan anggota DPR RI malah jalan-jalan ke luar negeri," katanya.
Selama ini kata Rizal Ismail, parameter hitungan yang digunakan pemerintah untuk pendapatan per kapita per hari hanya sebesar 2 dolar. Sementara Bank Dunia menggunakan parameter sebesar 5 dolar per hari. Dengan hitungan hanya 2 dolar per hari, artinya rakyat Indonesia hanya makan tahu dan tempe dan jika jatuh sakit tidak perlu ke dokter apalagi rumah sakit, tapi hanya cukup membeli obat di warung tak perlu ke apotek.
"Indonesia bikin kriteria sendiri yakni 2 dolar As, sehingga data jumlah orang miskin bisa ditekan menjadi cuma 30 juta orang itu benar. Tapi layakkah jika pendapatan kita hanya dihitung sebesar itu? Itu artinya kita cukup makan tahu tempe setiap hari tanpa standar gizi yang cukup. Itu sama artinya pemerintah melecehkan rakyatnya sendiri. Sementara di Malaysia dan Thailand acuannya adalah 5 dolar per hari," kata Rizal Ismail.
Pengangguran
Soal jumlah pengangguran, kata Rizal Ismail, setiap tahun juga bertambah 20 persen per tahun. Artinya peluang angkatan kerja sangat tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang ada. "Hal ini juga akan mempengaruhi laju inflasi," katanya.
Sementara pengamat ekonomi dari Indef Aviliani menuturkan, kriteria pendapatan yang disampaikan pemerintah sebesar 2 dolar per dolar sangat tidak layak. Oleh karena itu, ia meminta agar ukuran pendapatan per kapita orang Indonesia segera ditinjau kembali. "Klaim pemerintah soal menurunnya warga miskin lebih pada nuansa politis. Jika pemerintah mengatakan angka pengangguran dan kemiskinan meningkat maka tentu tidak populis dan dianggap pemerintah tidak bekerja," kata Aviliani.
Ditegaskan Aviliani, selama ini pemerintah terlalu condong kepada neo kapitalis dan terlau berpihak pada pemodal asing. Akibatnya ekonomi nasional terabaikan. Padahal yang harus dibangun pemerintah adalah pedesaan sebagai sumber ekonomi.
Sedang Koordinator Urban Poor Consorsium (UPC) Wardah Hafidz, menilai klaim pemerintah soal warga miskin menurun sekitar 30 juta orang karena menggunakan parameter konsumsi 2500 kalori/hari. Sementara jika menggunakan parameter Bank Dunia jumlah warga miskin meningkat menjadi Rp 80 juta. "Klaim pemerintah soal mampu menurunkan angka kemiskinan itu bohong. Buktinya banyak rakyat bunuh diri karena alasan ekonomi. Sementara masih banyak juga rakyat yang makan nasi aking, gizi buruk dan sebagainya," kata Wardah.
Selain itu kata Wardah, rakyat miskin tidak diberikan untuk bisa berusaha secara layak. Buktinya pedagang asongan banyak yang dikejar-kejar. "Yang menyakitkan sumber pendapatan rakyat miskin seperti pedagang asongan dan sejenisnya selalu diuber-uber. Mestinya mereka ini ditata dan dibina bukan dibinasakan," kata Wardah.
Kalim pemerintah
Sebelumnya,Menteri Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi berhasil menciptakan lapangan kerja baru. Seperti untuk tahun 2010, dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen, terdapat 3,3 juta lapangan kerja baru.
Sementara, untuk tahun 2012, Hatta menyatakan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7 persen dengan lapangan kerja baru sekitar 550 ribu per 1 persen pertumbuhan. "Lapangan pekerjaan di 2012 nyata sekali dana-dana yang kita pendingkan untuk infrastruktur dan program-program meng-create lapangan kerja," ujar Hatta.
Dengan target tersebut, Hatta menegaskan pengagguran bisa ditekan dari 6,89 persen menjadi 6 persen pada tahun depan. "Artinya lapangan kerja yang tersedia akan terus meningkat, di samping bisa mengatasi tenaga kerja baru tapi juga di existing daripada yang menganggur itu terserap," ujarnya.
Sementara untuk kemiskinan, Hatta menyatakan pemerintah telah berhasil me-ngurangi penduduk miskin. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya penduduk miskin, meskipun penduduk hampir miskin meningkat. Peningkatan tersebut kebanyakan terjadi di pedesaan.
"Masyarakat miskin itu kan jatuh 1 juta, tapi yang hampir miskin menjadi tidak miskin menjadi naik 2 juta sehingga kita mengalami peningkatan atau pengurangan yang miskin itu 1 jutaan dan 90 persen terjadi di pedesaan," ungkapnya.
Hal tersebut, lanjut Hatta menandakan kemampuan pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, teruatama masyarakat di pedesaan. "Artinya apa? Artinya, memang terjadi pertumbuhan ekonomi di pedesaan, yang tercermin dari kalau kita asumsikan di pedesaan itu mayoritas petani maka menunjukkan bahwa nilai tukar petani meningkat, itu tercermin di situ," pungkasnya.
Tambah 2,7 juta
Seolah membantah klaim Hatta Rajasa, data terakhir Asian Development Bank (ADB), orang miskin di Indonesia justru bertambah 2,7 juta orang. "Kalkulasi terbaru, menunjukan penduduk miskin meningkat 2,7 juta orang pada tiga tahun terakhir," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa.
Angka kemiskinan Indonesia tersebut, menurutnya, paling tinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. "Dan lebih memalukan lagi, pertambahan kemiskinan ekstrem ini adalah satu-satunya pengecualian di Asia Tenggara. Jangan dibandingkan dengan Thailand atau Malaysia, Indonesia bahkan tertinggal dari Kamboja dan Laos dalam mengurangi kemiskinan," ucapnya.
Menurut data ADB yang ia himpun, di tahun 2008 angka kemiskinan di Indonesia mencapai 40,4 juta, dan di 2010 mencapai 43,1 juta.
Standar ADB mengukur angka kemiskinan tersebut menurutnya, adalah pendapatan perhari di bawah Rp 7.800, selisih 10 persen dari standar kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah yaitu Rp 7.060 per hari.
Menurut dia, melonjaknya angka kemiskinan tersebut diakibatkan oleh beberapa penyebab, di antaranya, sedikitnya lahan yang dimiliki orang miskin untuk berproduksi, minimnya orang miskin dapat diserap dalam bursa tenaga kerja, dan tidak adanya kebijakan Pemerintah Pusat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin. (dody/wilam)
2 komentar:
Link udah saya ganti gan... Silahkan di cek....
ya terima kasih atas penggantianya tolong ajak teman2 lain untuk meramaikan blog ini
Posting Komentar