M. Rizal Ismail (pengamat ekonomi dan politik/
wawancara harian terbit, Jakarta 29/10/11)
JAKARTA - Dalam kurun waktu 1,5 tahun, sejak Januari 2010 hingga Juni 2011, kenaikan kekayaan orang Indonesia mencapai 420 miliar dolar AS atau sekitar Rp3.738 triliun atau Rp3,7 biliun sehingga total kekayaan mereka menjadi 1,8 triliun dolar AS atau sekitar Rp18.000 triliun (Rp18 biliun).
Kekayaan itu terkonsentrasi di sekitar 22 ribu orang. Untuk potensi orang kaya di Indonesia sendiri, Presiden Direktur MaeSa Consulting Indonesia, Maikel Sajangbati mengemukakan mencapai 2 juta orang. Asumsinya, nasabah yang memiliki deposito di bank kini berjumlah 2 juta orang. "Total dana kelolaan mencapai Rp1,600 triliun. Mereka mempunyai kesempatan untuk menjadi orang kaya berikutnya," ucapnya.
Pada sisi lain, jumlah orang miskin di Indonesia terus meningkat sehingga jumlahnya mencapai 170 juta orang. Pengamat sosial, ekonomi dan politik M. Rizal Ismail mengemukakan jumlah itu berdasarkan kriteria Bank Dunia bahwa orang miskin berpenghasilan 5 dolar As/kapita/hari. Tetapi Indonesia bikin kriteria sendiri yakni 2 dolar As sehingga data jumlah orang miskin bisa data ditekan menjadi cuma 30 juta orang.
Meningkatnya jumlah orang kaya dan orang miskin di Indonesia itu, M. Rizal Ismail menyatakan 'berkat' kebijakan Pemerintahan SBY. "Lebih pro orang kaya karena dinilainya mereka itu rakyat. Padahal rakyat sesungguhnya itu ya mereka yang tinggal di pedesaan dan pinggiran. Ini memang suatu ironi. Yang kaya bertambah kaya, yang miskin bertambah anak," ujarnya, Sabtu (29/10).
Ada tiga pihak, yang menurutnya, dimanjakan oleh SBY. Yaitu PNS eselon atas, pengusaha, dan elit politik. Ketiga pihak ini memiliki kekayaan mendadak karena adanya tindakan korupsi dan suap menyuap. Parahnya, SBY tidak memiliki kemampuan dan kemauan untuk memberantas ini. Kalau pun ada, hanya retorika manis di bibir saja.
"Di Indonesia ini ada enam juta pejabat, baik pejabat kabupaten, ketua atau kepala, satu juta di antara pejabat PNS. Mereka ikut menikmati kekayaan itu," tukasnya. Menurut M. Rizal Ismail, akibat situasi ini, negara ini bakal dilanda revolusi. Tinggal menunggu waktu saja. Gejala ke arah ini sudah terlihat jelas. Freeport Papua, Aceh, Maluku, Kalimantan Timur dan Sulawesi sudah dan akan bergejolak. Karena aparat di sana bukan lagi sebagai alat negara, melainkan sebagai alat kekuasaan.
Neoliberal kapitalistik
Sementara itu, Wardah Hafizd, koordinator Urban Poor Consortium (UPC), mengutarakan jarak sosial ekonomi orang kaya dan orang miskin memang makin lebar. "Ya bisa dimaklumi karena Pemerintahan SBY menganut sistem neoliberal kapitalistik. Dari sistem ini yang diuntungkan ya orang-orang kaya. Ditambah dengan korupsi yang belum mampu diberantas," ujarnya, Sabtu (29/10).
Pemerintah sendiri, katanya, memang sengaja membiarkan hal ini. Terbukti dari segala peraturan yang tidak pro rakyat, yang tidak adil. Kalau pun ada pelanggaran, pemerintah tidak tegas memberikan sanksi. UPC, melihat kondisi ini setiap saat melakukan 'gerakan' agar pemerintah semakin tersadarkan. Meski upaya sudah dilakukan puluhan tahun itu, belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. (tety/aw)
0 komentar:
Posting Komentar