Sabtu, 22 Desember 2012

Beberapa jenis Syirik dalam Islam

M. Rizal Ismail (bahan khutbah)




SYEIKH Muhammad Al Amin Asyinqithiy rahimahullah berkata dalam tafsir Adlwaa'ul Bayan, Ketika orang-orang kafir berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam, "Kambing mati, siapa yang membunuhnya? Maka Nabi menjawab, "Allah-Iah yang mematikannya," lalu mereka berkata " Apa yang kalian sembelih dengan tangan-tangan kalian halal, sedangkan apa yang disembelih Allah dengan tangan-Nya Yang Mulia kamu mengatakannya haram, kalau begitu kalian lebih baik daripada Allah ! Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya tentang mereka ini :

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ


"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam ituadalah suatu kefasikan Sesungguhnya syetan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik." (QS: Al-An' aam (6): 121)


Beliau berkata lagi : Ayat-ayat yang berhubungan dengan ini cukup banyak dan telah kami kemukakan beberapa kali, dan kami akan menyebutkan kembali dari ayat-ayat itu yang kami nilai sudah cukup. Dan di antaranya – dan ini tergolong yang paling jelas dan paling gamblangya itu bahwa fakta zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam telah terjadi, perhelatan antara hizbullah dan hizbusysyaithan dalam satu hukum dari hukum-hukum pengharaman dan penghalalan. Hizburrahman mengikuti tasyri' Ar-Rahman dalam pengharaman sesuatu itu dengan wahyu-Nya. Sedang hizbusysyaithan mengikuti wahyu syaithan dalam penghalalannya. Dan Allah telah menghukumi diantara keduanya serta memutuskan perselisihan mereka dengan fatwa langit, yaitu Al-Qur'an yang dibaca pada surat Al-An’am.

Yaitu sesungguhnya syaithan ketika mewahyukan kepada wali-walinya, ia berkata kepada mereka dalam wahyunya: "Tanyakan kepada Muhammad tentang kambing yang menjadi bangkai, siapa yang mematikannya?" Maka mereka (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam dan para sahabatnya) menjawab pertanyaan mereka bahwa Allahlah yang mematikannya.

Lalu mereka berkata:" Kalau begitu bangkai adalah sembelihan Allah, dan kalian kenapa mengatakan bahwa yang apa yang disembelih Allah itu haram? Padahal kalian mengatakan bahwa apa-apa yang kalian sembelih dengan tangan-tangan kalian .adalah halal, kalau demikian berarti sembelihan kalian lebih baik dan lebih halal daripada sembelihan Allah?

Sekarang di tengah-tengah kita apa yang diagungkan, dijaga, dilindungi, dipegang erat, dijunjung tinggi oleh para penguasa, pejabat, anggota dewan, tentara, polisi, para hakim, para jaksa yang mengaku Islam? Apakah hukum Allah dan aturannya, ataukah hukum manusia dan undang-undang serta aturannya?

“Hari kiamat tidak akan tiba sehingga suku dari umatku kembali menyembah berhala, dan sehingga jumlah besar dari umatku bergabung denga orang-orang musyrik." (HR Al Barqaaniy dalam Shahihnya).

Syirik macam pertama yang Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam isyaratkan adalah syirik penyembahan berhala (syrik kuburan) beliau berkata: “Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah." (HR. Malik).

Dan syirik lain yang beliau isyaratkan akan terjadi besar-besaran adalah syirkulluhuuq bil musyrikiin (syirik dengan cara bergabung dengan orang-orang musyrik atau mengadopsi sistim syirik) seperti syirik orang yang masuk parlemen atau orang yang berpaham sekuler yang di antaranya adalah orang-orang demokrat.

Dan memang yang sedang merebak sekarang adalah dua macam syirik ini yaitu syirkul qubuur (syirik kuburan) dan syirkuddustuur (syirik aturan). Orang yang jatuh ke dalam syirik tadi tidak bisa dikatakan bahwa dia itu orang Islam, dengan sebab dia mengaku Islam atau melaksanakan sebagian atau banyak syi'ar Islam, ini dikarenakan syirik akbar dengan Islam (tauhid) itu tidak bisa bersatu dalam diri seseorang dalam satu waktu.

Imam Syafii rahimahullah mengatakan: "Jika jiwamu tidak all out dalam ketaatan maka akan memalingkanmu dalam kemaksiatan."

Syeikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Syarah Ashli Dienil Islam (lihat, Al Jami 'AI Fariid: 380): "Sesungguhnya orang yang melakukan syirik itu berarti dia telah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang bersebrangan yang tidak bisa bersatu, bila syirik ada pada diri sesorang maka hilang1ah tauhid."

Beliau rahimahullah berkata lagi dalam Ad Durar Assaniyyah 2/161 : "Siapa orangnya memalingkan sesuatu dari ibadah itu kepada selain Allah, maka dia itu musyrik,"

Juga Al Imam AsySyeikh Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Kitabnya Minhajut Ta'siis Wat Taqdiis Fi Kasyfi Syubuhaat Dawud Ibni Jirjiis hal 12 : "Sesungguhnya Islam dan syirik itu adalah naqidlaan (dua hal yang kontradiksi) yang tidak bisa bersatu dan tidak bisa kedua-duanya hilang (secara bersamaan)"

Syeikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar 1/323 dan Minhajut Ta'siis hal 61:

"Sekedar mengucapkan kalimat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntutannya maka itu tidak membuat mukallaf tersebut menjadi Muslim, dan justeru itu menjadi hujjah atas dia, Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sedang dia itu beribadah kepada yang selain Allah (pula) maka kesaksiannya itu tidak dianggap meskipun dia itu shalat, zakat, shaum dan melaksanakan sebagian ajaran Islam” Ini adalah pernyataan -yang jelas lagi gamblang, akan tetapi orang-orang sekarang hanya berpegang kepada sekedar surat pengenal atau amalan Islam yang lahir tanpa memperhatikan kepada pembatal keislaman itu, padahal mereka melihat orang-orang itu melakukan pembatal keislaman. Sebagai contoh ketegasan dalam tauhid ini yang tidak mengenal sekedar pengakuan atau amalan syi'ar lahir yang biasa, adalah yang dikatakan Syeikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah kepada seorang hakim (qadli) agung di kota Riyadl yang di mana dia itu orang yang terkenal alim dan rajin ibadah dan terpandang di masyarakatnya, akan tetapi dia itu melegalkan syirik kuburan yang ada di tengah masyarakatnya dan menentang dakwah tauhid yang digencarkan oleh Syeikh, Syeikh berkata kepada sang hakim agung itu (Sulaiman Ibnu Suhaim) dalam risalah beliau kepadanya (lihat Tarikh Nejd : 304) :

Syeikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata dalam Al Qaul Al Fashl An Nafiis hal 31:

“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak mungkin memohon kepada selain Allah selama-lamanya. Sesungguhnya orang yang meminta dan mohon hajatnya kepada mayit atau orang yang ghaib, maka dia itu telah keluar dari Islam, karena sesungguhnya syirik itu menafikan Islam, menghancurkannya, dan mengurai tali-talinya satu demi satu, ini berdasarkan apa yang telah dijelaskan bahwa Islam itu adalah penyerahan wajah, hati, lisan dan seluruh anggota badan hanya kepada Allah tidak kepada yang lainnya, orang Muslim itu bukanlah orang yang taqlid kepada nenek moyangnya, guru-gurunya yang bodoh dan berjalan di belakang mereka tanpa petunjuk dan bashirah.”

Laa ilaaha Illallaah itu memiliki makna dan konsekuensi. Maknanya harus diketahui dan ini adalah salah satu syarat Laa ilaaha Illallaah. Sedangkan konsekuensinya adalah harus dipegang dan dilaksanakan.

Syeikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Taisiir Al 'Aziz Al Hamid hal 58 :

"Siapa yang mengucapkan kalimat ini (Laa ilaaha Illallaah) dengan mengetahui maknanya, mengamalkan tuntutannya berupa menafikan syirik dan menetapkan wahdaniyyah hanya bagi Allah dengan disertai keyakinan yang pasti akan kandungan maknanya dan, mengamalkannya maka dia itu adalah orang Muslim yang sebenarnya. Bila dia mengamalkannya secara dhahir tanpa meyakininya maka dia munafiq, dan bila dia mengamalkan apa yang menyalahinya berupa syirik maka dia itu kafir meskipun mengucapkannya (Laa ilaaha Illallaah)." Beliau mengatakan juga dalam kitab yang sarna (lihat Juz Ashli Dienil Islam 30 :

"Sesungguhnya mengucapkan Laa ilaaha Illallaah tanpa disertai pengetahuan akan maknanya dan tidak mengamalkan tuntutannya berupa iltizaam (keterikatan yang kuat) dengan tauhid dan meninggalkan syirik serta kufur kepada thaghut maka sesungguhnya pengucapan itu tidak bermanfaat dengan ijma para ulama."

Ini dikarenakan Laa ilaaha Illallaah itu memiliki dua rukun, yaitu kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah, salah satunya saja tidaklah berguna dan tidak menyebabkan orang terjaga darah dan hartanya serta dia tidak dianggap orang Islam, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'aala :


ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kua yang tidak akan putus." (QS: Al Baqarah (2) : 256)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Muslim: “Siapa mengucapkan Laa ilaaha Illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan penghisabannya adalah atas Allah."

Karenanya, mengaku Islam dan menampakkan amalan Islam tidak menjamin dia itu orang Islam, bila dia tidak iltizaam dengan konsekuensinya

2 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih, sangat bermanfaat.. semoga kita semua selalu diberikan perlindungan oleh Sang Pencipta sehingga terhindar dari sifat syirik yang menistakan kita. amin

salam hangat..

Liana Kurniawati FIAI UII

Hamba Allah mengatakan...

ALHAMDULILLAH, ATAS KOMENTARNYA,, SILAKAN JUGA BERI KOMENTAR PADA TULISAN LAINNYA DAN JIKA BERKENAN JADILAH PENGIKUT SETIA BLOG INI..SEMOGA BERMANFAAT, AAAMIIIN

Posting Komentar