M. Rizal Ismail (bahan khutbah)
Pencabutan perda miras oleh Kemendagri yang dipimpin oleh Gumawan fauzi (mantan walikota solok dan gubernur sumatera barat) membuktikan negara ini telah gagal. Negara melalui menteri munafiknya, menggunakan jurus mabuk (menggunakan aturan buatan manusia) mengajak masyarakatnya secara massal menuju kehancuran. Polemik pencabutan perda larangan miras membuktikan bahwa 66 tahun merdeka tidak membawa negeri ini pada kemakmuran dan kemuliaan hidup, bahkan semakin terpuruk menuju kehancuran. Untuk itu sudah saatnya mengganti sistem aturan buatan manusia dengan sistem aturan yang datang dari Sang Pencipta, yakni syari’at Islam.
Perda miras yang buat miris
Semua berawal dari miras alias minuman keras. Menteri dalam negeri, Gamawan Fauzi yang memang pendukung setia rezim maksiat dan kurup dan anti Islam dipimpin SBY ini, bermaksud mencabut peraturan daerah yang melarang peredaran minuman laknat yang memabukkan tersebut. Padahal sudah terbukti, akibat miras kehidupan masyarakat rusak, kriminalitas meningkat, dan tentu saja bagi ummat Islam sudah sangat jelas aturannya, miras diharamkan.
Pasti ada udang di balik batu terkait pencabutan perda miras. Jubir HTI pada Selasa sore (10/1) menyatakan bahwa ada kepentingan bisnis haram di balik pencabutan peraturan daerah (Perda) larangan minuman keras (miras) oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kemendagri pastilah di bawah tekanan pebisnis miras sehingga tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada gledek, perda larangan miras dicabut,” tudingnya, Selasa (10/1) sore di Bogor, Jawa Barat. Seperti dilansir oleh HTI Press.
Alasan bahwa Perda tersebut bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, yakni Keputusan Presiden (Keppres) No 3 Tahun 1997 tentang pengaturan peredaran miras tidak dapat diterima Ismail.
Pasalnya, Keppres yang menjadi rujukan Kemendagri tersebut dibuat oleh Presiden, saat itu, Soeharto, untuk menjaga kepentingan bisnis haram cucunya. “Keppres No 3 Tahun 1997 itu dibuat Soeharto untuk menjaga dan melegalisasi bisnis haram Ari Sigit!” ungkapnya.
Umat Islam yang rindu hidup di bawah naungan syariat Islam pun terusik dengan rencana pencabutan perda miras oleh Kemendagri. Pada hari Kamis (12/1), ratusan massa yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) mendatangi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menuntut pertanggung jawaban Mendagri Gamawan Fauzi terkait instruksi menteri dalam negeri yang meminta, pemerintahan daerah mencabut peraturan daerah yang melarang peredaran minuman keras.
“Kami meminta klarifikasi menteri, atas ucapannya membatalkan perda miras,” kata Pimpinan Pusat FPI, Ustadz Awit Masyuri yang juga salah satu Korlap Aksi di Kemenetrian Dalam Negeri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Umat yang muak dengan jurus mabuk Kemendagri membela miras melempari Kementrian Dalam Negeri dengan telur dan batu, massa juga melempari Kemendagri dengan botol plastik dan tanah. Selain kaca pos satpam yang pecah, pos parkir dan lampu taman kantor kemetrian juga rusak. Lambang kementerian dalam negeri juga turut dilempar dengan tanah.
Beberapa poster mereka bentangkan: “Ayo ganyang menteri miras”, “Selamatkan umat dari miras dan pecat menteri yang bersekutu dengan miras”, bahkan “Ayo ganyang menteri miras Tumbangkan rezim Maksiat ! ”.
Penolakan terhadap rencana pencabutan perda miras oleh Kemendagri juga juga merembet ke daerah-daerah. Di Jogjakarta, Koordinator Gerakan Anti Maksiat (GAM), Ghodi Nurhamidi melihat kebijakan Mendagri tersebut berlawanan dengan hukum positif di masyarakat. Memperlihatkan, pemerintah sengaja membiarkan peredaran miras yang tak resmi untuk dilegalkan.
“Diatur saja seperti sekarang, peredarannya sangat sulit dikontrol. Kalau tidak diatur, akan seperti apa?” sesalnya Yogyakarta, Jum’at (13/1).
Lihat, bagaimana kacaunya negeri ini. Terhadap hukum atau aturan yang dibuatnya sendiri saja penguasa masih melanggarnya alias tidak konsisten. Padahal perda miras sah karena dibuat berdasarkan proses legislasi yang berlaku di negeri ini. Lalu, mengapa harus ada jurus mabuk Kemendagri membelas miras yang sudah jelas-jelas merusak kehidupan masyarakat tersebut?
Tentu saja hal ini tidak akan pernah terjadi jika syariat Islam diterapkan secara kaafah (sempurna). Karena dari tingkat pusat hingga daerah pasti satu suara dan sama dalam menindak miras, yakni dilarang, karena miras diharamkan dalam Islam.
Kebijakan Mungkar Gumawan fauzi sebagai Mendagri dalam membela miras justru mengarahkan bangsa dan ummat islam menuju kehancuran!
Sang Menteri dengan jurus mabuk pun berkelit saat terdesak umat yang menolak miras, dengan menegaskan tak pernah mencabut Perda Minuman Keras (Miras). Namun Gamawan hanya meluruskan kategori miras yang dilarang.
“Soal Perda miras ini yang keliru, saya juga nggak tahu sumbernya dari mana, dibilang Kemendagri membuat Kepmen mencabut Perda Miras. Tidak, jadi saya jelaskan, bahwa berdasarkan UU 32/2004 , Menteri Dalam Negeri membantu presiden dalam rangka mengevaluasi perda bersama menteri keuangan,”kata Mendagri Gamawan Fauzi kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/1/2012).
“Khusus mengenai pajak dan retribusi UU 28/2009 mengatakan bahwa ini dievaluasi oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Ada Keppres no 3/1997 menyatakan bahwa untuk miras ada 3 dolongan A 0-5 persen, B 5-20 persen, C 20-55 persen. Dalam Keppres disebutkan bahwa yang kandungan etanolnya 0-5 persen itu boleh bebas,” beber Gamawan.
Lihat, betapa konyolnya peraturan tersebut. Miras, sedikit maupun banyak kandungan alkoholnya, tetap saja memabukkan dan diharamkan.
Rasulullah SAW., bersabda: “Apa yang jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya haram.” (HR. Nasa’i dan Abu Dawud).
Bagi peminumnya termasuk dosa besar dan dilaknat oleh Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda:
Jibril telah datang kepadaku dan berkata, “Wahai Muhammad sesungguhnya Allah melaknat khomr dan pemerasnya (misalnya yang memeras anggur untuk dijadikan khomr-pen), dan orang yang meminta untuk memerasnya, peminumnya, yang membawa khomr dan yang meminta untuk dibawakan khomr kepadanya, penjualnya, yang menuangkan khomr, dan yang meminta untuk dituangkan khomr.” (HR Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Ahmad)
Minuman keras yang beredar semuanya mengandung campuran alkohol atau etanol. Apabila diminum dalam jumlah tetentu, maka peminum akan menjadi mabuk. Hal ini karenakan alcohol atau etanol dapat merusak jaringan syaraf di seluruh tubuh, termasuk syaraf otak yang menjadi pusat pengendali kesadaran manusia. Jika dilakukan secara kontinyu (terus menerus), maka dapat merusak jaringan tubuh secara total. Seluruh jaringan syarafnya rusak seperti kabel listrik yang konsleting. Hanya bedanya kalau kabel listrik bisa diganti dengan yang baru, tapi syaraf manusia tidak bisa diganti dengan yang baru, kecuali tinggal menunggu kematian saja.
Selain merusak kesehatan tubuh, miras dapat merusak tatanan kehidupan sosial. Banyak pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, perzinahan dan kejahatan lainya diawali dengan terlebih dahulu menenggak minuman keras.
Kejahatan akibat dari minuman keras ini tidak berdiri sendiri, tapi selalu ada kaitannya dengan kejahatan lainnya yang saling berkorelasi, yaitu yang dikenal dengan lima M: Main (berjudi), Madat (mengisap candu,narkoba). Maling (mencuri, merampok,), Minum (mabuk), dan Madon (main perempuan/zina).
Lihat, betapa jelas dan gamblangnya hukum miras dalam Islam. Ingat, semua level akan terkena laknat dari Allah SWT., termasuk yang melegalkan penjualannya, yang mengeluarkan peraturan membolehkan penjualannya, bersiaplah menerima adzab dari Allah SWT.
Apalagi kita juga sudah tahu bahwa miras membawa dampak yang sangat buruk terhadap moralitas bangsa, miras jugalah yang memicu maraknya kriminalitas, sehingga Pemda pun mengakomodasi keinginan warganya untuk memberantas miras, tetapi pemerintah pusat bukannya memberantas miras, pabrik miras malah diizinkan berdiri, peredarannya pun dilegalkan dengan istilah ‘diatur.
Ironisnya, Mendagri masih berkelit dan mengeluarkan jurus mabuknya lagi. Gamawan Fauzi menambahkan:
“Yang kedua, pengaturan peredaran perizinan karena ini ada impor, ada buatan pabrik, ini kewenangan pemerintah pusat diatur dlm PP 38. Jadi diatur peraturan pemerintah no 38 yang mengatur kewenangan daerah, disebutkan pengaturan ini kewenangan pusat. Tapi untuk menjual dimana-mana tempatnya itu kewenangan bupati,” ungkap Mendagri.
“Nah yang dibuat surat oleh Kemendagri kepada daerah-daerah yang mengajukan perda itu tidak dalam bentuk keputusan, tapi menyurati mengingatkan ini ada pasal sekian, ini ada UU sekian, agar dipedomani. Tidak boleh membuat Perda yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, itu amanat UU, salahnya dimana. Yang berhak membatalkan Perda itu Presiden dengan Perpresnya,”tegas mantan Gubernur Sumatera Barat ini.
Menurut salah salah satu petinggi FUI dalam orasi menolak pencabutan Perda Miras, Ustadz Khaththath membantah, jika Perda dianggap bertentangan dengan Keppres. “Justru perda-perda tersebut lebih tegas menghentikan peredaran miras,” kata Sekretaris Jendral FUI, Muhammad al-Khaththath, dalam orasinya.
Kalau menggunakan syariat Islam, maka akan ada had (sanksi) bagi para pelaku minuman keras. Orang yang meminum minuman keras mendapat had (hukum) yaitu dijilid (didera alias dicambuk) antara 40 sampai 80 kali., menurut sekjen FUI M khatthath
Nabi SAW., bersabda: Dari Anas Bin Malik r.a. “ dihadapakan kepada nabi saw. Seseorang yang telah meminum khamar, kemudian beliau menjilidnya dengan dua tangkai pelepah kurma kira-kira 40 kali”. (Muttafaq ‘Alaih). Hadits nabi dalam cerita Al-walid bin uqbah : “nabi telah mendera (peminum miras) 40 kali, abu bakar menderanya 40 kali dan umar menderanya 80 kali, dan semuanya sunah sedangkan yang paling saya senangi ialah 80 kali dera”. (HR.Muslim). Sementara iman syafi’I, abu daud dan ulama-ulama zhahiriyah berpendapat bahwa had bagi peminum minuman keras adalah 40 kali pukulan. Tetapi iman atau hakim dapat menambah 40 kali, sehingga mencapai 80 kali pukulan. Tambahan 40 kali merupan ta’zir hak imam. Jika perlu bisa ditambah, dan jika cukup 40 kali pukulan. Itu jika hukum Islam diterapkan.
Walhasil, kisruh perda miras merupakan fenomena gunung es dari hancurnya sistem hukum di negeri ini. Umat semakin muak dan tidak lagi percaya dengan seluruh sistem hukum yang diterapkan di negeri ini, yang seluruhnya jauh dari nilai-nilai mulia hukum Islam, yang diturunkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT.
Untuk itu, dibutuhkan sebuah perubahan total, yakni selain mengubah rezimnya, juga dibutuhkan perubahan sistem. Kini, saatnya syariat Islam diterapkan secara kaafah (sempurna) sebagai satu-satunya solusi menuju negeri adil, makmur sejahtera. Allahu Akbar
0 komentar:
Posting Komentar