M. Rizal Ismail (Bahan Khutbah)
Pertama dan terakhir yang menjadi kewajiban bagi seorang Muslim adalah Tauhid ; dan pilar pertama Tauhid adalah kufur bi thoghut, atau menolak thoghut. Tidak diragukan lagi, seseorang tidak bisa menjadi seorang Muslim kecuali dia menolak semua bentuk thoghut, apakah itu dalam bentuk konsep, objek nyata atau seseorang (seperti penguasa yang tidak menerapkan hukum Islam, atau ulama yang membolehkan apa yang Allah SWT., larang).
At Thaghut telah didefenisikan oleh para Shahabat dan ulama terdahulu yang mengikuti manhaj salafus sholeh sebagai berikut: “Sesuatu yang disembah, ditaati, atau diikuti selain Allah SWT.”
Imam Malik bin Anas rhm., berkata:
“At-Thoghut adalah sesuatu yang disembah di samping Allah SWT.” (Al-Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an, Imam al-Qurthubi)
Imam Ibnu Qayim rhm., berkata:
“At -Thoghut adalah seseorang yang menghormati seseorang melebihi batasan yang seharusnya, apakah seseorang itu menyembah, menaati atau mengikuti.” (Thalaathatul Ushul)
Syeikhul Islam, Muhammad bin Abdul Wahhab rhm., berkata:
“Dan Thoghut, secara umum, adalah sesuatu yang disembah selain daripada Allah, dan dia setuju untuk disembah, diikuti atau ditaati.” (Risalatun fii Ma’naa at-Thoghut oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahaab)
Seseorang bisa menghabiskan separuh hidupnya untuk membicarakan Islam, Jihad, Haji, Shalat, Dakwah, Qur’an, Sunnah, Shiyaam dan sebagainya, tetapi jika dia tidak menolak thoghut, maka tidak ada gunanya. Ini karena menolak thoghut adalah syarat pertama untuk menjadi seorang Muslim. Hal ini mancakup bagian pertama dalam kalimat Tauhid:
1.Laa ilaaha (an- Nafie – menolak thoghut dan tuhan-tuhan palsu)
2.Illallah (Al-Ithbaat – menetapkan untuk beriman)
At-Takhalii qablat Tahalii adalah sesuatu yang sangat masyhur diantara ulama dan tholabul ilmi (para pelajar) yang berarti: ‘manolak sebelum menetapkan’. Seseorang tidak bisa menetapkan beriman kepada Allah SWT., dan beriman kepada Rasul-Nya, kitab-Nya sampai dia menolak semua bentuk kekufuran, syirik, dan bid’ah.
Kunci untuk memahami Kalimah Tauhid
Allah SWT., berfirman:
“…barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…” (QS Al Baqarah (2): 256)
Memahami kalimah adalah kondisi pertama dari Tauhid dan sebuah kewajiban bagi setiap kaum Muslimin. Allah SWT., telah menginformasikan kepada kita pada ayat di atas bahwa hanya dengan menolak thoghut kemudian beriman kepada Allah, selanjutnya akan mencapai sukses di akhirat. Rasulullah SAW., bersabda:
“Seseorang yang mati dan memahami laa ilaaha illaallah akan masuk surga.” (HR.Muslim)
Selanjutnya, rahasia untuk memahami kalimah adalah dalam menolak thoghut. Ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita untuk mempalajari bagaimana cara untuk menolak thoghut – jika kita ingin mempunyai pemahaman yang tepat untuk memahami Laa ilaaha illallah.
Bagaimana menolak Thoghut
Ada lima cara untuk menolak Thoghut:
1.Mendeklarasikan Thoghut itu Batil
Cara pertama menolak thoghut memerlukan keyakinan bahwa semua tawaghit (segala macam bentuk thoghut) adalah batal dan tidak berguna sedikit pun untuk ditaati atau pun disembah. Sebagian orang mungkin tidak menyembah thoghut, tetapi mereka tidak mempercayai bahwa itu adalah sesuatu yang salah secara mutlak. Thoghut adalah kufur sebagaimana seorang Muslim harus mempercayai bahwa Islam adalah satu-satunya yang benar sedangkan agama yang lain adalah salah, dan bahwa Allah SWT., adalah satu-satunya Tuhan yang benar dan semua Tuhan yang lain adalah batil. Allah SWT., berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” (QS Al Hajj (22): 62)
2.Menjauh dari Thoghut
Allah SWT., berfirman telah mengutus Rasul kepada seluruh umat manusia dengan risalah yang sama: menyembah dan menaati Allah semata, dan manjauhi thoghut:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS An Nahl (16): 36)
Perintah untuk manjauh mempunyai implikasi yang besar daripada hanya sekedar ‘tidak mendukung’. Ini karena sebuah perintah untuk menjauhi adalah lebih besar daripada perintah untuk tidak melakukan (dalam ushul fiqh).
Seperti contoh, Allah SWT., memerintahkan kita untuk menjauhi alkohol (khamr); untuk alasan yang lebih besar adalah tidak dibolehkan untuk membawa sebotol bir. Sama halnya dengan Allah SWT., memerintahkan kita untuk menjauhi thoghut. Jika mendekati thoghut saja tidak dibolehkan, apalagi untuk membiarkan seseorang untuk menjadi asistennya, sekutu, menteri ataupun mufti (ulama pemberi fatwa), selanjutnya, Rasulullah SAW., bersabda:
“Siapa saja yang menyembah (menaati atau mengikuti) tawaghit adalah tawaghit.” (HR. Muslim no. 182)
Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengambil sebuah prinsip : seseorang yang menyembah, mengikuti, atau menaati thoghut adalah thoghut.
Dengan demikian, mufti (ulama) thoghut adalah thoghut, sekutu thoghut adalah thoghut, pembantu thoghut adalah thoghut, pendukung thoghut adalah thoghut, menteri thoghut adalah thoghut, perwakilan thoghut adalah thoghut, polisi thoghut adalah thoghut, dan tentara thoghut adalah thoghut.
Ini sama dengan kaidah umum: ‘seseorang yang bersekutu dengan orang kafir adalah kafir’ dan ‘siapa saja yang bergabung dengan tentara kafir adalah kafir.’ (berdasarkan surah Al-Ma’idah (5) : 51).
Umar bin Khattab berkata: “Thoghut adalah syetan.” Untuk membuat prinsip di atas menjadi lebih mudah dipahami dan lebih tidak bisa disangkal. Istilah thoghut bisa diganti dengan syetan. Bukanlah itu adalah kufur akbar, atau bahkan syirik, untuk menjadi mufti syetan dari syetan (yang bisa berbentuk jin dan manusia)? Bukankah itu murtad untuk bergabung dengan tentara atau polisi syetan? Bukankah kufur untuk menjadi representative (perwakilan) dari syetan? Hanya seseorang yang tidak mempunyai pemahaman yang baik saja tentang laa ilaaha ilallah yang akan menjawab tidak.
Ini adalah sesuatu yang mengejutkan bagi orang-orang Murji’ah (orang yang memisahkan iman dari perbuatan) yang membuat beberapa keringanan untuk para mufti thoghut dan memberikan mereka ‘manfaat yang meragukan’ tetapi tidak membuat sebuah keringanan bagi ulama haq yang mempunyai walaa’ dengan kaum Muslimin dan mempunyai baraa’ah kepada Kuffar. Mereka menghabiskan berjam-jam untuk berbicara tentang ‘kabaikan’ dari mufti thoghut dan orang-orang yang bersekutu dengan penguasa murtad, namun mereja tidak bisa menemukan sebuah hal baik pun untuk mengatakan tentang orang-orang yang menaati perintah Allah dan menjauhi thoghut. Pada puncaknya, mereka mempunyai keberanian untuk menyalahkan dan mengkritik orang-orang, mentakfir (member status kafir) atas orang-orang yang membenarkan keberadaan thoghut, kemudian mendukungnya dengan membuat fatwa. Konsep “Irjaa” ini adalah sebuah penyimpangan dan kemunafikan yang perlu dihilangkan dari umat Muslim.
Seseorang yang men-takfir (member status kafir) kepada pendukung, mufti, atau menteri syetan (thoghut) tidak akan pernah disalahkan oleh seorang Muwahid (seseorang yang memiliki tauhid yang lurus).
3.Mendeklarasikan kebencian kepada Thoghut
Kita harus mendeklarasikan bahwa semua thoghut adalah musuh kita sebagaimana mereka adalah musuh-musuh Allah SWT. Jika seseorang tidak mendeklarasikan bahwa mereka (toghut) adalah batil, menjauhi mereka dan mendeklarasikan kebencian kepada mereka, berarti dia tidak menolak thoghut. Secara alami, jika seseorang memahami bahwa thoghut adalah musuhnya, dia tidak akan bersekutu dengannya atau menjadi mufti dari rezim kufur-nya. Allah SWT., berfirman:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (QS Al-Mumtahanah (60): 4)
Yaa Allah SWT. Berikanlah kerbekahanmu kepada Ibrahim a.s. dan juga atas keluarga Ibrahim! Sungguh mereka adalah Muwahidin yang benar, mereka menjauh dari thoghut dan mendeklarasikan kebencian terhadap mereka.
Anbiyaa’ dan Salihiin tidak mentolerir ulama untuk berada pada pintu penguasa tiran. Selanjutnya, tidak dibolehkan untuk berada di pintu penguasa thoghut yang telah bersekutu dengan orang-orang yang memerangi kaum Muslimin dan menolak syari’ah.
4.Membenci Thoghut
Setelah kita mendeklarasikan thoghut adalah batil, menjauh darinya dan mendeklarasikannya untuk menjadi musuh kita, kita seharusnya kemudian membenci thoghut. Dalam Islam, tidak ada konsep “menyukai musuh”. Faktanya, telah dilarang untuk mencintai musuh, dan apabila ita melakukannya, maka itu adalah adalah sebuah kebodohan.
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja….” (QS Al Mumtahanah (60) : 4)
Adalah sesuatau yang dilarang untuk menunjukkan kecintaan atau rasa kasih saying kepada thoghut, atau pada tentara-tentaranya, pendukungnya, asistennya, mufti, mentri-mentrinya dan seterusnya.
5.Mendeklarasikan thoghut adalah kafir (Takfir)
Setelah mendeklarasikan thoghut adalah batil, menjauhinya, mendeklarasikan kebencian kepada mereka dan membenci thoghut, seseorang kemudian harus men-takfir (menyatakan kafir) kepada thoghut (syetan). Adalah sesuatu yang mustahil apabila thoghut itu muslim, karena thoghut adalah apa yang disembah atau ditaati selain daripada Allah SWT.
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghutdan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…” (QS Al Baqarah (2): 256)
Seseorang yang tidak mendeklarasikan syetan (Thoghut) itu kafir maka dia Kafir. Ini karena Allah SWT., mendeklarasikan syetan itu kafir dalam Al-Qur’an. Lebih lanjut, Allah SWT., juga mendeklarasikan seseorang yang menyembah thoghut adalah kafir :
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An Nisa (4) : 60)
Adalah sesuatu yang sangat diinginkan oleh syetan untuk membuat kita menjadi kafir seperti mereka, dengan menggoda kita untuk mendekati thoghut yang seharusnya dijauhi. Selanjutnya ini menjadi esensi kepada kita untuk memahami Tauhid dan bagaimana cara untuk menolaknya, untuk menolak thoghut adalah kunci untuk memahami kalimat tauhid dan mencapai surga.
Mencari Ilmu dari Ulama Pemerintah
Adalah sesuatu yang tidak baik untuk membaca buku-buku ulama pemerintah, mufti (ulama) thoghut atau Ulama yang berlawanan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah SWT., berfirman :
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Huud (11): 113)
Siapakah orang yang lebih salah dari orang yang membela syeten atau orang-orang yang membuat keringanan atas ke-kufuran-nya? Jika seseorang tidak menolak thoghut (dalam realitas, tidak hanya secara teori) bagaimana bisa kita mempercayai dia untuk masalah dien (agama) kita? Tauhid adalah persoalan yang utama yang harus diperhatikan.
Semoga Allah SWT., menunjuki kita untuk mengaplikasikan apa yang kita pelajari, bagi orang-orang yang tidak ingin seperti keledai yang membawa kitab :
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS Al Jumu’ah (62): 5
0 komentar:
Posting Komentar