Jumat, 05 Agustus 2011

BALASAN ALLAH BAGI YANG BERPUASA DIBULAN SUCI RAMADHAN

M. Rizal Ismail (bahan khutbah)
Ramadhan adalah bulan suci yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah Allah SWT. Di bulan ini, kaum muslimin dengan beragam keadaan dan latar belakangnya melakukan ibadah wajib shaum Ramadhan. Selain itu, mereka juga tekun mengerjakan ibadah-ibadah sunah seperti shalat tarawih dan witir, tadarus Al-Qur’an, sedekah, I’tikaf, umrah, dan banyak lainnya.
Orang-orang yang biasanya sulit mengerjakan shalat wajib lima waktu secara rutin, malas membaca Al-Qur’an, tidak pernah melakukan shaum sunnah, dan jarang sekali membantu fakir-miskin; secara ajaib di bulan suci ini berubah lebih baik. Masjid-masjid penuh dengan jama’ah shalat wajib dan tarawih serta witir. Tilawah Al-Qur’an mendengung indah di masjid, kantor, sekolah, pabrik, rumah sakit, pasar, dan rumah-rumah. Infak dan sedekah terasa ringan mereka keluarkan. Tak sedikit orang yang rela memangkas waktu, tenaga, dan hartanya untuk melaksanakan umrah ke Tanah Haram.
Di sisi lain, angka kemaksiatan dan kemungkaran berhasil diminimalkan. Mereka begitu menjaga lisannya, khawatir bila menggunjing atau berbohong. Banyak di antara mereka meninggalkan kebiasaan kumpul-kumpul sambil bermain musik di gardu jaa atau perempatan jalan. Tidak sedikit yang melalui waktu luangnya dengan menghadiri pengajian. Bahkan, racun seribu bisa bernama rokok yang selama ini menjadi menu pokok harian, bisa ditinggalkan minimal di siang hari.
Dampak bulan Ramadhan dalam merubah perilaku kaum muslimin sungguh luar biasa. Ajaib. Spektakuler. Mengagumkan. Bulan Ramadhan memang sangat berbeda dengan buan-bulan lain. Padahal dalam bulan lain, kaum muslimin juga melaksanakan shalat, sedekah, umrah, haji, dan tilawah Al-Qur’an. Namun, kenapa dampaknya tidak sehebat bulan Ramadhan dalam memperbaiki iman dan akhlak kaum muslimin? Gerangan apakah yang membedakan Ramadhan dengan sebelas bulan lainnya?
Salah satu jawaban utamanya adalah shaum Ramadhan itu sendiri. Dalam hadits qudsi dijelaskan bahwa shaum Ramadhan (juga shaum wajib dan shaum sunnah lainnya) adalah ibadah yang sangat istimewa. Begitu istimewanya, sehingga ‘hak paten’nya milik Allah SWT semata. Allah SWT pula yang akan memberikan balasannya secara langsung, karena pahalanya begitu besar, tidak bisa lagi dihitung oleh manusia. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits berikut ini …
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ ))

Dari Abu Hurairah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: “Semua amal kebajikan manusia itu milik dirinya sendiri, kecuali shaum. Shaum itu milik-Ku dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan.” Rasulullah SAW bersabda kembali: “Shaum adalah perisai. Maka jika salah seorang di antara kalian sedang melakukan shaum, janganlah ia melakukan hal yang jorok dan jangan pula berteriak-teriak. Jika seseorang mencaci makinya atau mengganggunya, maka hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang melakukan shaum.’ Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari bau minyak wangi. Orang yang melakukan shaum memiliki dua kegembiraan; ia gembira saat berbuka dan ia gembira dengan shaumnya saat bertemu dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari no. 1904, Muslim no. 1151, Abu Daud no. 2016, At-Tirmidzi no. 695-697, An-Nasai no. 2185-2186, Ibnu Majah no. 1681-1682, dan Ahmad no. 7295)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ))
Dari Abu Hurairah RA. dari Nabi SAW bersabda, “Semua amal kebajikan manusia menjadi miliknya.” (Allah SWT berfirman:) “Kecuali shaum, karena sesungguhnya shaum adalah milik-Ku semata dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan.” (HR. Bukhari no. 5927, Muslim no. 1151, At-Tirmidzi no. 695, An-Nasai no. 2188, Ibnu Majah no. 1628, dan Ahmad no. 7636)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ))
Dari Abu Hurairah RA. berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Semua amal kebajikan manusia dilipat gandakan. Satu amal kebajikan dibalas sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat.” Allah SWT berfirman: “Kecuali shaum, karena sesungguhnya shaum adalah milik-Ku semata dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan. Ia rela meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku SWT semata.” Rasulullah SAW kembali bersabda, “Orang yang melakukan shaum memiliki dua kegembiraan; kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat bertemu dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari bau minyak wangi.” (HR. Muslim no. 1151, Tirmidzi no. 695, An-Nasai no. 2185, Ibnu Majah no. 1628, Ahmad no. 7552, dan Ad-Darimi no. 1705)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ))
Dari Abu Hurairah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Shaum adalah perisai. Maka janganlah orang yang shaum melakukan hal yang jorok dan jangan pula melakukan tindakan yang bodoh. Jika seseorang mengganggunya atau mencaci makinya, maka hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang melakukan shaum 2X.’ Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari bau minyak wangi. (Allah SWT berfirman: ) “Ia rela meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku SWT semata. Shaum itu milik-Ku dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan. Dan satu amal kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya.” (HR. Bukhari no. 1894 dan An-Nasai no. 2186)
Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri RA. keduanya berkata Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Shaum itu milik-Ku dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan.” (HR. Muslim no. 1151)
Ada beberapa hal menarik dalam hadits-hadits di atas yang sangat penting untuk kita kaji. Dalam kesempatan ini, kita akan mengkaji dua di antaranya. Pertama, apakah maksud dari ‘shaum adalah milik-Ku’? Kedua, apakah maksud dari ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’?

Shaum adalah milik-Ku,
Sebenarnya semua amal kebajikan adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang mengajarkan dan memerintahkannya kepada umat manusia. Lalu, ada rahasia apakah di balik penisbahan amalan shaum kepada Allah SWT semata?
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Asy-Syafi’I menyebutkan perbedaan pendapat ulama dalam memahami makna penggalan lafal hadits ini. Para ulama mencoba memberikan jawaban atas teka-teki ini. Imam An-Nawawi menyebutkan di antara jawaban mereka adalah sebagai berikut:
a. Sebagian ulama menyatakan bahwa tiada sesembahan selain Allah yang disembah oleh umat manusia dengan ibadah shaum. Selama kurun perjalanan sejarah umat manusia, orang-orang kafir menyembah apa yang mereka yakini sebagai tuhan dengan cara sujud, ruku’, sedekah, menyembelih korban, dan lain-lain. Namun mereka tidak pernah menyembah tuhan mereka dengan cara shaum. Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang melakukan shaum sebagai bentuk peribadatan kepada Allah SWt.
b. Sebagian ulama menyatakan bahwa shaum adalah ibadah tersembunyi sehingga lebih selamat dari kemungkinan riya’ (beramal shalih karena ingin dilihat dan mendapat pujian manusia). Sementara ibadah-ibadah lain yang nampak lebih mungkin untuk terkena riya’. Seperti shalat, zakat, haji, sedekah, jihad, tilawah, dzikir, dan lain-lain.

c. Imam Al-Khathabi menguraikan bahwa ibadah shaum menyebabkan hawa nafsu tidak mendapat kesempatan untuk dilampiaskan. Tiada keuntungan bagi hawa nafsu dalam shaum. Sehingga pantas apabila shaum dinyatakan milik Allah semata, bukan milik pribadi hamba atau hawa nafsunya.
d. Sebagian ulama lain menyatakan tidak makan dan minum adalah sifat Allah SWT. Maka hamba-Nya mendekatkan diri kepada-Nya dengan meniru sebagian hal yang berkaitan dengan sifat kesempurnaan Allah SWT. Sekalipun, sifat Allah SWT jelas berbeda dengan sifat makhluk-Nya. Allah Maha Sempurna dan tiada sesuatu pun yang mampu menyerupai-Nya.

e. Sebagian ulama menyatakan bahwa hanya Allah SWT semata yang mengetahui kadar pahala dan berapa kali lipatan shaum akan dibalas. Adapun ibdah-ibadah yang lain telah Allah tunjukkan kadar pahalanya kepada sebagian makhluk-Nya.
f. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa penisbatan kepada Allah ini bertujuan untuk menunjukkan kemuliaan shaum. Shaum memiliki kedudukan mulia yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah lainnya. Hal ini seperti penisbatan unta kepada Allah dalam firman-Nya, “Ini adalah unta Allah.” (QS. Hud (11): 64), meskipun sebenarnya seluruh makhluk di alam semesta ini milik Allah SWT.
Satu hal yang pasti, hadits-hadits di atas menunjukkan besarnya keutamaan shaum dan menganjurkan kaum muslimin untuk melaksanakan shaum dengan ikhlas semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT. (Shahih Muslim bi-Syarh An-Nawawi, 8/29).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani juga menyebutkan perbedaan pendapat ulama dalam menafsirkan makna penggalan hadits di atas sebagai berikut:

Sebagian ulama menyatakan alasannya adalah shaum adalah meninggalkan, bukan mengerjakan. Shaum merupakan ibadah yang berupa meninggalkan semata. Shaum adalah meninggalkan makan, minum, hubungan seksual, ghibahh, dan lain-lain sejak terbit fajar sampai matahari terbenam. Shaum bukanlah ibadah yang berupa mengerjakan gerakan-gerakan, seperti halnya shalat, haji, zakat, jihad, tilawah, sedekah, dan lain-lain.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah shaum itu milik Allah SWT semata. Orang yang shaum haruslah berkonsentrasi penuh untuk memenuhi hak Allah SWT, jangan disibukkan oleh hak selain-Nya.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah barangsiapa disibukkan oleh apa yang menjadi hak Allah dari menaati Allah, niscaya Allah berpaling darinya. Adapun jika ia disibukkan oleh hak Allah dengan menaati Allah, niscaya Allah akan menjadi pengganti baginya dari segala kesibukan lain.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah janganlah hak-Ku memutusmu dari (menaati)-Ku.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah janganlah engkau meminta kepada selain-Ku.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah bersyukurlah engkau kepada-Ku karena Aku telah menjadikanmu mampu melaksanakan hak-Ku.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah barangsiapa menelantarkan kehormatan sesuatu yang menjadi milik-Ku niscaya Aku akan menelantarkan kehormatan sesuatu yang menjadi miliknya. Sesungguhnya melaksanakan sesuatu yang menjadi milik-Ku dapat menyempurnakan ibadah-ibadah yang wajib dan batasan-batasan yang telah Allah tetapkan.

Sebagian ulama menyatakan maknanya adalah maka jadilah engkau hamba yang layak untuk menunaikan apa yang menjadi milik-Ku.

Sebagian ulama lain berpendapat shaum dinisbahkan kepada Allah SWT agar seorang hamba mengingat-ingat selalu nikmat Allah SWt atasnya saat ia kenyang.

Sebagian ulama berpendapat shaum dinisbahkan kepada Allah SWT karena ia mendahulukan ridha Allah atas keinginan hawa nafsunya.

Sebagian ulama berpendapat shaum dinisbahkan kepada Allah SWT karena dengan shaum bisa diketahui siapa hamba Allah yang taat dengan melakukan shaum dan siapa hamba Allah yang bermaksiat dengan tidak melakukan shaum.

Sebagian ulama berpendapat hal itu karena bulan Ramadhan merupakan bulan saat diturunkannya Al-Qur’an

Sebagian ulama berpendapat penyebabnya adalah shaum merupakan wahana melatih diri untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk.

Sebagian ulama berpendapat penyebabnya adalah shaum menjaga anggota badan agar tidak melanggar larangan-larangan Allah.

Sebagian ulama berpendapat sebabnya adalah shaum memutus nafsu syahwat.

Sebagian ulama mengartikan shaum adalah pekerjaan menyelisihi hawa nafsu dengan meninggalkan hal-hal yang disenangi olehnya. Sedangkan menyelisihi hawa nafsu berarti selaras dengan kebenaran.

Sebagian ulama mengartikan bahwa shaum telah memadukan semua jenis ibadah. Sebab, inti dari semua ibadah adalah perwujudan dari sikap syukur dan sabar.

Sebagian ulama mengartikan bahwa Allah menjaga shaum sehingga setan tidak bisa merusaknya.

Sebagian ulama lain menyatakan bahwa shaum adalah ibadah yang menyejajarkan kedudukan manusia. Orang mereka maupun budak, laki-laki maupun perempuan melaksanakannya. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 10/382)
Aku sendiri yang akan membalasnya
Berikut ini penjelasan para ulama tentang makna penggalan teks hadits ‘Aku sendiri yang akan membalasanya ‘
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i berkata, “Lafal ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’ merupakan sebuah penjelasan tentang besarnya keutamaan dan banyaknya pahala shaum. Karena orang yang mulia jika memberitahukan bahwa ia sendiri yang akan memberi balasan, maka hal itu menunjukkan keluasan dan besarnya balasan yang akan dia berikan. (Syarh Shahih Muslim, 8/29)

Imam Al-Qurthubi Al-Maliki menulis, “Maksudnya adalah amal-amal kebajikan itu telah tersingkap kadar pahalanya bagi manusia, yaitu dilipat gandakan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat sampai jumlah lipatan yang dikehendaki oleh Allah SWt. Kecuali amalan shaum, karena Allah memberinya balasan pahala yang tidak terhitung lagi. Makna ini ditegaskan oleh riwayat dalam Al-Muwatha’, demikian pula riwayat dari jalur A’masy dari Abu Shalih yang memakai lafal:
 كُلّ عَمَل اِبْنِ آدَمِ يُضَاعَف الْحَسَنَة بِعَشْرِ أَمْثَالهَا إِلَى سَبْعمِائَةِ ضِعْف إِلَى مَا شَاءَ اللَّه – قَالَ اللَّه – إِلا الصَّوْم فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Semua amalan manusia dilipat gandakan. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat sampai lipatan yang dikehendaki oleh Allah. Allah SWT berfirman: “Kecuali shaum, karena ia adalah milik-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.”
Maksudnya, Aku akan membalasnya dengan balasan yang banyak tanpa ditentukan kadarnya. Hal ini sebagaimana halnya maksud dari firman Allah SWT, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar (39): 10)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Adapun kadar pahalanya tidaklah ada yang mengetahuinya selain Allah SWT. Hal ini juga dikuatkan oleh tradisi bahasa yang disimpulkan dari sabda Nabi SAW “Aku sendiri yang akan membalasnya.” Sesungguhnya jika orang yang dermawan telah berkata, “Aku sendiri yang akan menyerahkan santunan”, maka hal itu menunjukkan besar dan banyaknya santunan yang akan diberikan.
Imam Ibnu Abdil Barr juga berkata: “Cukuplah firman Allah ‘Shaum itu milik-Ku’ menunjukkan keutamaan shaum atas seluruh ibadah lainnya.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/129)
Imam Al-Munawi berkata: “Makna hadits ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’ adalah Aku sendiri yang akan membalas pelakunya dengan Aku lipat gandakan balasannya tanpa bisa dihitung lagi. Aku akan membalas pelakunya dengan balasan yang banyak, dan Aku sendiri yang akan menyerahkan balasnnya. Aku tidak akan mewakilkannya kepada malaikat atau siapa pun, karena shaum adalah rahasia antara Aku dengan hamba-Ku. Karena ia telah menahan dirinya dari memenuhi nafsu syahwatnya, maka ia dimuliakan dengan Allah sendiri yang menyerahkan balasannya.”
Qadhi ‘Iyadh Al-Maliki berkata: “Tidak ada yang mampu menghitung besarnya pahala shaum selain Allah SWT. Oleh karenanya, Allah SWT sendiri yang menyerahkan balasannya. Allah SWT tidak mewakilkannya kepada malaikat. Hal yang menyebabkan shaum memiliki keistimewaan ini adalah dua perkara;

1. Seluruh bentuk ibadah lainnya bisa diketahui oleh hamba, sedangkan shaum adalah rahasia antara pelakunya dengan Allah SWT. Ia mengerjakannya ikhlas demi mencari wajah Allah semata, maka Allah pun memberi perlakuan yang istimewa ini selama ia tulus mencari ridha-Nya.
2. Inti seluruh amal kebaikan adalah mencurahkan badan atau harta di jalan yang diridhai oleh Allah. Adapun shaum menundukkan hawa nafsu, menyebabkan kelemahan dan kepayahan badan, ditambah pedihnya rasa lapar dan mencekiknya rasa haus. Maka antara kedua jenis ibadah ini terdapat perbedaan yang mencolok. Shaum terus berlanjut tanpa ada putusnya, dilakukan semata-mata karena Allah, atau dengan taufiq dari Allah SWT. ” (Faidhul Qadir Syarh Jami’ Shaghir, penjelasan hadits no. 1970).
Dari penjelasan para ulama terhadap hadits-hadits di atas, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. semua amal ibadah adalah milik Allah SWT dan hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT. Namun secara khusus shaum dinyatakan ‘milik Allah” sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan dari Allah atas keagungan dan keberkahan shaum.
2. Allah SWT sendiri yang akan menghitung pahala shaum dan memberikan balasan yang setimpal. Hal itu karena pahala shaum begitu banyak dan tidak bisa dihitung lagi. Maka Allah SWT tidak mewakilkan perhitungan pahala dan pemberian balasannya kepada makhluk-Nya, baik kepada malaikat maupun manusia.
Semoga kita bisa menunaikan shaum Ramadhan ini dengan ikhlash karena mencari ridha Allah SWt dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, sehingga kita termasuk golongan yang bertakwa di dunia dan beruntung di akhirat. Amin

0 komentar:

Posting Komentar